Batu Akik, Kearifan Budaya Yang Mulai Terkikis

Dahulu,  batu penghiasan cicin hanya di pakai orang-orang tua, datuk, dukun, pejabat, serta jagon kampung.Oleh sebab itubatu cincin sering juga disebut batu akik, dan mungkin saja kata akik sendiri berasal  dari kata “aki” yang artinya orang tua.

Namun sekitar 5-8 dua bulan belakangan ini, batu akik mulai mendapat tempat dikalangan anak-anak muda. Batu akik buka hanya sekedar penghias jari saja tetapi telah menjadi objek obrolan diberbagai tempat, mulai dari warung kopi, tempat ibadah hingga perkantoran. Bahkan perhelatan piala dunia dan pemilihan presiden tidak mampu menghentikan obroal seputar batu akik. Kalau meminjam istilah di social media, batu akik menjadi trending topic. 

Saat ini batu akik bukan lagi menjadi domain orang-orang tua tetapi telah berkembang menjadi gaya hidup. Batu akik yang selama ini lekat sebagai streotipe orang tua, kini sudah tidak berlaku lagi. Kini banyak anak muda yang juga menggunakannya.

Biasanya para anak muda cenderung tertarik dengan benda-benda yang bernuansa futuristik dengan teknologi canggih di dalamnya. Bahkan dulu anak muda bisa dikatakan malu menggunakan aksesoris yang satu ini, karena kemasan cincin yang terlihat jadul dan sangat identik dengan mistis dan perdukunan.

Namun sepertinya kecanggihan teknologi dan pemikiran kolot dari kalangan muda-mudi mulai sedikit terkikis dengan keindahan alami yang dihasilkan oleh batu akik. Keindahan warna dan bentuknya yang beragam menjadi faktor utama mengapa mereka yang berjiwa muda turut mencintai batu akik ini. 

Daya tarik batu akik sendiri tak sekedar keindahan dan pancaran warna yang dihasilkan, unsur mistis yang terkandung didalamnnya juga menjadi magnet . Hal inilah yang membuat batu akik tidak kehilangan penggemar bahkan cenderung naik pamornya.

Bagi yang percaya, batu akik bersifat cocok-cocokan dengan pemiliknya. Orang dengan sifat atau bahkan hari lahir tertentu hanya cocok jika menggunakan batu akik warna atau jenis tertentu. Misalnya bagi yang kelahiran bulan Januari menurut kebudayaan Yahudi, Romawi dan Arab batu yang cocok adalah jenis Garnet.  Atau bagi yang lahir hari jum’at batu yang cocok dipakai adalah batu Safir, batu Zamrud atau batu yang berwarna hijau.

Batu akik juga dipercaya oleh sebagian masyarkat memiliki khasiat  Batu Zamrud atau Emerald misalnya, diyakini dapat membuat suasana bathin pemakainya tenang. Batu Sulaiman Madu diyakini dapat menambah kepercayaan diri dan insting pemakainya lebih tajam. Ada juga batu Badar Besi yang dipercaya sebagai penolak bala.

Selain jenisnya, warna yang dipancarkan batu juga memiliki khasiat tertentu. Batu warna putih misalnya berkhasiat untuk kesehatan tubuh, kesembuhan dan menjaga keharmonisan dalam kelurga. Batu dengan aura warna hijau dapat meredam emosi, menyehatkan otot-otot syaraf. Batu warni biru diyakini dapat menambah daya ingat dan sebaginya.

Pergeseran Budaya

Dilihat dari kaca mata antropologi, pada jaman dahulu batu akik berfungsi sbagai symbol budaya. Simbol stastus dan simbol spiritual. Dikatakan sebagai simbol status karena hanya kalangan tertentu (raja atau bangsawan) yang memakai cicin dengan batu tertentu. Di Cina misalnya, seorang Kaisar memakai cicin giok di ibu jari sebagai tanda bahwa dia seorang raja yang memiliki kekuasaan mutlak.

Sedangkan simbol spirutal  cincin dengan bertahta batu akik sering dijadikan sebagai tanda bahwa seseorang telah selesai dalam melaksanakan ritual spiritual (semedi atau bertapa). Atau seringkali batu akik diisi dengan kekuatan gaib untuk menambah kepercayaan diri seseorang dalam menghadapi lawan-lawannya. Faktor  budaya inilah yang kemudian membatasi siapa saja yang berhak memakainya.
  
Namun, melihat fenomena batu akik yang semakin digemari dan diganderungi oleh semua lapisan masyarakat berimbas pada menjamur lapak-lapak yang menawarkan pemotongan batu, pembentukan batu hingga lapak-lapak yang menjual batu yang sudah diikat. Batu juga di jual dengan berbagai pilihan ukuran, ada yang bongkahan, potongan-potongan kecil hingga batu yang sudah jadi. Singkat kata saat ini untuk mendapatkan batu akik yang sudah terbentuk dan jadi sangat mudah dan gampang.

Dahulu untuk mendapatkan batu akik seseorang harus bekerja ektra keras sebab tidak mudah untuk menghasilkan batu yang bagus dan sudah jadi. Untuk mendapatkan batu akik yang berkualitas seseorang terlebih dahulu mencari batu bongkahan, biasanya di dasar sungai atau didalam tanah. Belum lagi memotong, membentuk serta menghaluskannya butuh ketekunan, ketelitian dan insting . Bisa dipastikan untuk menghasilkan satu buah batu akik butuh waktu bermingu-mingu.

Jadi, kalau melihat pengrajin atau seseorang dalam membentuk batu akik ibarat melihat seorang Empu sedang menempa sebilah pusaka. Didalamnya butuh ketelitian, ketekunan, serta insting dan penjiwaan agar menghasilkan batu akik yang bagus dan berkarakter (urat jelas). Namun melihat fenomena menjamurnya  batu akik saat ini telah terjadi pergeseran atau  pengkikisan budaya dalam batu akik.

Begitu mudahnya mendapatkan batu akik, sehingga tidak ada lagi nilai kekramatan, dan kesakralan yang ada didalamnya. Batu akik tidak lebih hanya sebagai aksesoris jari bukan lagi menjadi benda yang dikramatkan. Batu akik telah menjadi komoditas pasaran bukan lagi komoditas yang disakralkan dan susah didaptkan. (deni)


0 Response to "Batu Akik, Kearifan Budaya Yang Mulai Terkikis"

Posting Komentar

Silahkan beri komentar