Ternate, Eksotisme Benteng-Benteng Peninggalan Eropa



Ternate, sebuah kota yang tidak asing lagi bag irakyat Indonesia dan dunia. Kemilaunya tersusun rapi dalam untaian cerita dan buku-buku sejarah. Keelokan alam dan kekayaannya bak mukzijat sekaligus kutukan Tuhan. Demi kemolekan alam dan kekayaan buminya, FransiscoSerrao datang dari benua Eropa, Portugis membangun benteng santo Lucas hanya karena aroma cengkeh asal Ternate.

S
ecara geografis Ternate masuk dalam provinsi Maluku Utara. Kecil memang pulaunya, hanya butuh waktu kurang lebih sejam untuk mengitari pesisir pulau ini. Tapi eksotisme Ternate memang luar biasa. Dengan Gunung Gamalama yang terletak di tengah pulau, pemandangan khas daratan tropis,  kebudayaan yang unik, serta sejarah di masa lalu menjadikan pulau ini salah satu destinasi wisata yang patut di kunjungi.

Memang, aroma cengkeh Ternate tidak seharum dulu lagi, namun apabila kita datang ke Ternate masih ada sensasi eksotisme  yang tersisa dan akan kita dapatkan. Ya eksotisme peninggalan masa lalu berupa benteng-benteng khas Eropa yang saat ini masih berdiri kokoh di Ternate. Berikut beberapa benteng peninggalan Portugis yang wajib dikunjungi apabila berada di Ternate.

Benteng Tolukko

Benteng Tolukko adalah salah satu peninggalan bangsa Portugal yang tersisa di Ternate lokasinya berada di kelurahan Sangaji, kecamatan Ternate Utara. Lokasi Benteng Tolukko persis menghadap laut, konon benteng tersebut berfungsi sebagai menara pengawas sekaligus tempat penyimpanan rempah-rempah.

Sejarah berdirinya benteng Tolukko berawal dari kedatangan bangsa Portugis. Adalah Alfonso d’Albuquerque yang memerintahkan Fransisco Serrao untuk berlayar menuju ke timur untuk menemukan daerah rempah. Fransisco Serrao akhirnya mendarat di Ternate pada tahun 1512 dan era perdagangan rempah Portugis di Maluku dimulai.

Fransisco Serrao memutuskan untuk menetap di Ternate. Ia pun menikahi perempuan Jawa dan membangun benteng. Salah satu benteng yang dibangun oleh Fransisco Serrao adalah Benteng Santo Lucas pada tahun 1540. Benteng ini terletak di sebelah timur, menghadap ke Pulau Halmahera. Benteng ini juga berada di utara Kesultanan Ternate, yang fungsinya memang untuk mengawasi gerak-gerik Kesultanan Ternate.

Saat Portugis hengkang dari Ternate karena diusir oleh Sultan Babullah pada tahun 1575, Belanda datang dan mengambil alih benteng ini .Benteng ini kemudian direnovasi pada tahun 1610 oleh Pieter Both dan berganti nama menjadi Benteng Holandia.

Kemudian setelah jatuh ketangan Kesultanan Ternate, benteng ini berganti nama menjadi Benteng Tolukko, yang menurut beberapa catatan, mengambil nama dari penguasa Ternate yang bernama Kaicil Tolukko.

Benteng ini terletak di atas bukit, sehingga sangat strategis untuk mengawasi jalur lalu lintas perdagangan di selatantara Ternate, Halmahera, dan Tidore. Selain itu, Kesultanan Ternate juga dapat dengan mudah diawasi dari benteng ini.

Bentuk benteng ini unik, tidak simetris karena mengikuti kontur bukit yang ada. Bentuknya cenderung membulat dengan dua bastion di depan dan sebuah lorong sepanjang kurang lebih 20 meter kebelakang di antara kedua bastion. Bila dilihat dari atas, bentuk benteng ini mirip dengan alat kelamin pria.

Benteng Kalamata

Selain Benteng Santo Lucas alias Benteng Tulakko, sebuah benteng lain dibangun di sebelah selatan Pulau Ternate. Benteng ini adalah Benteng Santo Lucia, yang ditujukan untuk mengawasi Spanyol yang menguasai Tidore. Portugis memang bersaing dengan Spanyol dalam pencarian dan penguasaan perdagangan rempah, bahkan sejak masih di Eropa.

Benteng Santo Lucia dibangun pada era yang sama dengan Benteng Santo Lucas, yaitu pada tahun 1540 oleh Antonio Pegaveta. Pieter Both dari Hindia Belanda memugar benteng ini pada tahun 1609. Setelah dikuasai Kesultanan Ternate, benteng ini diberi nama Benteng Kalamata, sesuai dengan nama Pangeran Kalamata, adik Sultan Ternate ke-31, Mandar Syah.

Benteng Kalamata berbentuk poligon, dengan tebal tembok hanya 60 cm dan tinggi 3 meter. Benteng ini memiliki 4 bastion berbentuk runcing pada ujungnya, yang masing-masing bastion mempunyai lubang bidikan.

Jika berada di atas benteng ini, terlihat jelas Pulau Maitara dan Pulau Tidore dengan gunungnya yang menjulang. Di sebelah timur terlih ataktivitas kapal di Pelabuhan Bastiong. Pelabuhan Bastiong digunakan untuk menyeberang ke Tidore dan Halmahera dengan menggunakan kapal feri.

Benteng Kastela

Benteng yang sering juga disebut dengan Benteng Gam Lamo (asal nama Gunung Gamalama), dibangun secara bertahap selama kurang lebih 20 tahun. Benteng ini juga dikenal dengan nama Nostra Senora del Rosario.

Gam Lamo sendiri berarti “kampung besar”, karena di sini dulu merupakan perkampungan besar yang berisi orang-orang Portugis. Nama Nostra Senora del Rosario merupakan julukan kepada benteng karena konon di kawasan ini dulu tinggal seorang gadis cantik yang suka mengenakan kalung dari bunga. Nama Kastela, dugaan saya berasal dari kata “castle” yang berarti istana, karena memang di sini dulu merupakan istana pusat pemerintahan dan per dagangan Portugis.

Pertama kali bentenginidibangunoleh Antonio de Britopadatahun 1522, kemudiandilanjutkanoleh Garcia Henriquezpadatahun 1525.Tahun 1530, pembangunandilanjutkanoleh Goncalo Pereira, danpadatahun 1540 bentenginidirampungkanoleh Jorge de Castro.

Sebuah pintu gerbang bertuliskan “Jou Se Ngofa Ngare” dengan lambing garuda berkepala dua (Goheba Madopolo Romdidi) lambing Kerajaan Ternate menyambut kami. Jou Se Ngofa Ngare berarti “aku dan engkau” yang merupakan semboyan Kesultanan Ternate, yang bisa diartikan sebagai menjunjung tinggi kebersamaan.

Begitu masuk gerbang, sebuah tugu dengan patung cengkeh besar menghadang. Sebuah fragmen relief pembunuhan Sultan Khaerun bertulis 28 Februari 1570 langsung terlihat. Di lokasi ini lah Sultan Ternate ke-25, Sultan Khaerun di undang makan malam oleh Portugis, lalu dengan licik dibunuh oleh Antonio Pimental atas perintah Gubernur Portugis Lopez de Mosquita pada tanggal 28 Februari 1570. Jenazah Sultan Khaerun dibuang di tengah laut.

Peristiwa pembunuhan Sultan Khaerun ini memicu perlawanan rakyat Ternate terhadap Portugis. Di bawah pimpinan Sultan Babullah, putera Sultan Khaerun, benteng ini dikepung selama lima tahun. Stok makanan dan kebutuhan lainnya tidak dapat dipasok ke dalam benteng, sehingga orang-orang Portugis di dalamnya tersiksa.

Akibat embargo dari Sultan Babullah ini, banyak orang Portugis yang mati dan akhirnya pada 29 Desember 1575, orang Portugis hengkang dari Ternate. Tanggal 29 Desember ini dijadikan sebagai hari lahir Kota Ternate. (DN/dbs)




0 Response to "Ternate, Eksotisme Benteng-Benteng Peninggalan Eropa"

Posting Komentar

Silahkan beri komentar