Cap Go Meh dan Pesan Kebhinekaan



Perayaan Cap Go Meh atau perayan 15 hari setelah Imlek tahun 2016 ini tampak beda, dahulu Cap Go Meh hanya terdengar ramai di Singkawang dengan parade Tatungnya. Kini, perayaan Cap Go Meh juga ramai di diberbagai daerah.

M
atahari perlahan turun dari puncak tertingginya, meskipun begitu panasnya masih sangat terasa membakar dikulit. Berselang kemudian suara tambur berdentuman diantara teriknya panas dan riuhnya keremununan orang-orang. Itu bertanda bahwa pawai budaya dalam rangka perayaan Cap Go Meh secara resmi di buka  oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Puan Maharani di Lindeteves Trade Center, Glodok, Jakarta (21/2/2016).

Dalam Sambutannya Menko PMK, menggaris bahwahi bahwa Karnaval Cap Go Meh bukan sekadar budaya Tionghoa yang dimilikinya secara turun temurun, tetapi juga terdapat pesan penting kebhinekaan dan persaudaraan.

"Kehadiran masyarakat Tionghoa beserta budayanya sejak berabad-abad lalu telah memperkaya khasanah budaya Nusantara. Hingga kini, Perayaan Imlek maupun Karnaval Cap Go Meh bukan hanya tertutup bagi masyarakat Tionghoa saja tapi juga telah melibatkan berbagai etnis lain yang eksis di Nusantara," kata Menko PMK.

Dalam acara tersebut, hadir juga Ketua DPR Ade Komaruddin, Ketua DPD Irman Gusman, Mendagri Tjahjo Kumolo, Menteri Pariwisata Arief Yahya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat,Ketua dan Pengurus Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia, dan Ketua Panitia Penyelenggara Charles Honoris.

Pada Karnaval Cap Go Meh ini, ditampilkan pawai budaya Nusantara seperti Gotong Toa Pe Kong, pasangan Koko dan Cici, Barongsai, Liong, Kie Lin, Marching Band, Reok Ponorogo, Ondel-ondel, Sisingaan, Rebana Biang, Tanjidor, Mobil Hias dan Kesenian Nusantara lainnya.

Dalam kesempatan merayakan Cap Go Meh Tahun 2016 tersebut, Menko PMK mengingatkan kembali bahwa bangsa Indonesia memiliki potensi yang luar biasa, baik dari segi sumber daya manusia maupun alamnya. Potensi tersebut haruslah dimaksimalkan agar kita menjadi bangsa yang mampu bersaing dan menjadi bangsa yang unggul.

Di samping itu, lanjut Menko PMK, Indonesia juga memiliki keragaman yang sangat luar biasa. "Maka keragaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sudah seharusnya dikelola menjadi energi yang positif. Untuk menuju tata kehidupan yang maju dan modern," ujarnya

Untuk itulah, Menko PMK mengajak semua komponen bangsa untuk selalu memelihara dan menjaga keberagaman sebagai modal untuk membangun generasi muda yang berkualitas dan kompetitif dalam menghadapi bangsa-bangsa lain di dunia. Terlebih, pada tahun 2016 ini, Indonesia dihadapkan pada berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN.

"Tidak ada pilihan lain, kecuali kita berbenah diri, melalui pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional, menjadi bangsa yang toleran, ramah dan santun, dengan alamnya yang harus tetap terpelihara. Marilah kita berubah untuk lebih maju, namun dengan menjaga martabat dan jati diri bangsa," tandasnya.

Dalam menghadapi situasi persaingan global, Menko PMK mengajak umat Tionghoa dan seluruh umat beragama untuk terus meningkatkan pembinaan internal umat masing-masing, meningkatkan silaturahmi, merajut kebhinnekaan dan menjalin persaudaraan. Sehingga dengan berbagai pengalaman dan tantangan yang telah dialami selama ini bisa berusaha dengan sekuat tenaga untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Dengan makna Karnaval cap Go Meh ini sebagai implementasi kebhinekaan dan persaudaraan, lanjut Puan, maka pesan ini juga sejalan dengan dengan nilai-nilai dalam Gerakan Nasional Revolusi Mental yang menjadi program pemerintah.

"Perayaan Cap Go Meh merupakan contoh implementasi nilai-nilai integritas, etos kerja dan gotong royong sehingga mampu mempersatukan berbagai lapisan masyarakat maupun budaya yang ada," kata Menko PMK.

Menurut Menko PMK, sikap mental yang penuh rasa optimis terlihat dari simbol dan ornamen dalam bentuk Barongsai, Lampion, Naga dan petasan yang meramaikan perayaan ini. Rasa optimisme ini perlu terus ditularkan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat Indonesia. "Sikap mental yang bersih, tanggap dan tertib adalah langkah awal perubahan diri menuju bangsa yang maju dan modern," ujarnya.

Sejarah Cap Go Meh

Perayaan Cap Go Meh atau Perayaan Lampion ini tidak hanya dirayakan di Indonesia saja. Beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura juga ikut merayakan hari raya ini. Di negara Tiongkok, festival Cap Go Meh dikenal dengan nama Festival Yuanxiao  atau Festival Shangyuan. Perayaan ini awalnya dirayakan sebagai hari penghormatan kepada Dewa Thai Yi. Dewa Thai Yi sendiri dianggap sebagai Dewa tertinggi di langit oleh Dinasti Han (206 SM – 221 M).

Upacara ini dirayakan secara rutin setiap tahunnya pada tanggal 15 bulan pertama menurut sisitem penanggalan kalender imlek. Upacara ini dahulu dilakukan tertutup hanya untuk kalangan istana dan belum dikenal secara umum oleh masyarakat Tiongkok. Upacara ini dilakukan pada malam hari; untuk itu perlu disiapkan penerangan dengan lampu-lampu lampion yang dipasang sejak senja hari hingga keesokan harinya. Inilah yang kemudian menjadi lampion-lampion dan aneka lampu berwarna-warni yang menjadi pelengkap utama dalam perayaan Cap Go Meh.

Ketika pemerintahan Dinasti Han berakhir perayaan ini menjadi lebih terbuka untuk umum. Saat Tiongkok dalam masa pemerintahan Dinasti Tang, perayaan ini juga dirayakan oleh masyarakat umum secara luas. Festival ini adalah sebuah festival dimana masyarakat diperbolehkan untuk bersenang-senang. Saat malam tiba, masyarakat akan turun ke jalan untuk menikmati pemandangan lampion berbagai bentuk yang telah diberi berbagai hiasan.

Di malam yang disinari bulan purnama sempurna, masyarakat akan menyaksikan tarian naga (masyarakat Indonesia mengenalnya dengan sebutan ‘Liong’) dan tarian Barongsai. Mereka juga akan berkumpul untuk memainkan sebuah permainan teka-teki dan berbagai macam permainan lainnya, sambil menyantap sebuah makanan khas bernama Yuan Xiao atau Wedang Ronde. Tentu saja, malam tidak akan menjadi meriah tanpa kehadiran kembang api dan petasan.

Yuan Xiao sendiri adalah sebuah makanan yang menjadi bagian penting dalam festival tersebut. Yuan Xiao atau juga biasa disebut Tang Yuan adalah sebuah makanan berbentuk bola-bola yang terbuat dari tepung beras. Bila ditilik dari namanya, Yuan Xiao mempunyai arti ‘malam di hari pertama’. Makanan ini melambangkan bersatunya sebuah keluarga besar yang memang menjadi tema utama dari perayaan Hari Imlek.

Perayaan Festival Cap Go Meh di Indonesia sendiri sangat bervariasi. Perayaan biasanya dilakukan oleh umat di klenteng atau Wihara dengan melakukan kirab atau turun ke jalan raya sambil menggotong ramai-ramai Kio/Usungan yang didalamnya diletakkan arca para Dewa.

Bahkan di beberapa kota di tanah air seperti di daerah Jakarta dan di Manado, terdapat atraksi ‘lokthung‘ atau ‘thangsin‘ dimana ada seseorang yang menjadi medium perantara yang konon setelah dibacakan mantra tertentu dipercaya telah dirasuki oleh roh Dewa untuk memberikan berkat bagi umat Nya. Mereka biasanya akan melakukan beberapa atraksi sayat lidah, memotong lengan atau menusuk bagian badannya dengan sabetan pedang, golok, dan lain sebagainya. Sementara di Kalimantan, tepatnya di kota Pontianak dan Singkawang, atraksi ini disebut ‘Tatung‘. (MS/DN)

1 Response to "Cap Go Meh dan Pesan Kebhinekaan"

Silahkan beri komentar