Belajar Maju Dari Budaya Jepang



Jepang selalu dianggap sebagai model negara yang sukses menjalankan modernisasi sembari merawat unsur-unsur tradisinya yang penting. Karena itu, negara-negara berkembang melirik Jepang sebagai teladan yang perlu dicontoh.

Era Perang Dunia II (PD II) Jepang merupakan Negara yang luluh lantah lantaran bom atom yang dijatuhkan tentara sekutu (Amerika Serikat) di Kota Hiroshima dan Nagasaki. Praktis, peristiwa tersebut menghancurkan Jepang secara nasional dan sekita itu juga tepatnya pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu.

Pasca kekalahannya pada PD II, Jepang ibarat Negara ‘pesakitan’ dibawah bayang-bayang Amerika Serikat (AS). Amerika dengan sukses melucuti kekuatan-kekuatan, persenjataan, dan perekonomian Jepang yang didominasi oleh klan. Bahkan hukum yang berlaku adalah hukum sekutu. Singkat kata betapa terhina dan terpuruknya menjadi Negara yang kalah perang.

Semangat bangsa Jepang yang dilandasi oleh budaya yang luhur telah mengangkat kembali negara ini dari keterpurukannya akibat perang. Dalam masa tidak lebih dari sepuluh tahun Jepang mampu tegak kembali dan bersaing di dunia internasional, yaitu dengan menjadi tuan rumah Olimpiade Tokyo 1964, yang juga menjadi simbol atas kebangkitan Jepang dan pada tahun 1975 Jepang sudah diakui menjadi negara maju serta masuk dalam kelompok negara G-7. 

30 tahun kemudian (1980-an) produk-produk Jepang yang lebih murah dan berkualitas tinggi menyerbu pasar dunia dan menghancurkan industri utama AS. Sejak saat itu Negara Jepang menjadi negara yang maju yang diperhitungkan dan dimasukkan kedalam 5 negara dengan perekonimian yang paling kuat setelah AS. Lantas apa rahasia kemajuan Jepang?

Akar Budaya
Secara geografis Jepang adalah negara yang sangat minim sumber daya alam, namun negeri ini mempunyai begitu banyak keunggulan sehingga disebut sebagai negara ‘Macan Asia’. Keunggulan Jepang itu sebenarnya banyak dipengaruhi oleh budaya yang melekat pada seluruh lapisan masyarakatnya yaitu budaya yang di berasal dari para Samurai yang disebut bushido. Namun, budaya tersebut tidak muncul begitu saja ada proses sejarah panjang yang membentuknya.

Proses modernisasi Jepang biasanya dilacak sejak Restorasi Meiji (awal abad XIX), ketika para samurai yang berpikiran maju menghendaki Jepang yang modern. Tapi kalau kita tarik ke belakang lagi, sebetulnya Restorasi Meiji juga bisa sukses ketika sudah melewati masa jengoku jidai (masa perang) zaman Tokugawa (sekitar abad XV-XVII). Setelah selesainya era Tokugawa yang penuh perang, Jepang mengalami masa damai selama 200 tahun. Dan itulah modal besar yang dimiliki Jepang untuk mendidik bangsanya.

Ketika terjadi perang terus-menerus, para samurai memang banyak kerjaan. Tapi ketika memasuki era damai selama 200 tahun, mereka tidaklagi punya kerjaan. Tapi uniknya, mereka bukannya jadi gangster atau setara preman bayaran, tapi mengabdikan diri sebagai guru. Mereka mendidik anak-anak orang kaya, terutama kelas pedagang, karena Jepang waktu itu memang berkelas-kelas.

Keuletan dan kesabaran para Samurai dalam mendidik masyarakat tentunya tidak terlepas dari falsafah budaya Bushido yang diyakini oleh para samurai. Adapun Bushido dapat diartikan sebagai ‘jalan hidup seorang prajurit atau ksatria yang diwarnai oleh semangat kebenaran, kegagahan, murah hati, mencintai sesama, tulus tanpa pamrih, menjaga kehormatan dan mengabdi dengan loyal’.

Awalnya Bushido berwujud literatur untuk mencapai ketenangan, keadilan, dan kepatutan. Bagian lain dari filsafat Bushido adalah mencakup bagaimana metode membesarkan anak, penampilan, dan perawatan. Namun semua itu juga dapat dilihat sebagai dari persiapan konstan seseorang menuju kematian yang baik dengan kehormatan yang utuh.

Aspek spiritual sangat dominan dalam falsafah Bushido, seorang samurai memang menekankan kemenangan terhadap pihak lawan, tetapi tidak berarti dengan kekuatan fisik. Dalam semangat Bushido, seorang samurai diharapkan mampu menjalani pelatihan spiritual guna menaklukan dirinya sendiri, karena dengan menaklukan dirinya sendirilah samurai dapat mengalahkan orang lain.

Jika dilihat dari sumbernya, nilai Bushido berasal dari ajaran Budhisme dan Shintoisme. Dimana terdapat perasaan percaya, tenang terhadap nasib, pasrah terhadap hal-hal yang tak terelakan serta kesetiaan terhadap kaisar. Juga tidak ada konsep Sang Pencipta dan konsep dosa sehingga mati bunuh diri tidak ada sangkut pautnya dengan nilai norma doktrin agama, yang ada hanya konsep karma dimana “perbuatan yang baik akan berakibat baik pula”.

Bushido telah terimplementasikan dengan baik dan sudah menjadi sistem kepribadian masyarakat Jepang, nilai-nilai tersebut yaitu :

1.      Gi ( integritas)
Senantiasa mempertahankan etika, moralitas dan kebenaran. Integritas merupakan nilai bushido yang paling utama. Kata integritas mengandung arti keutuhan meliputi seluruh aspek kehidupan, terutama antara pikiran, perkataan, dan perbuatan. Nilai ini sangat dijunjung tinggi dalam falsafah bushido dan merupakan dasar untuk mengerti tentang moral dan etika sertta menjalankannya secara utuh dan menyeluruh.

Integritas bisa diartikan kesempurnaan, kesatuan, keterpaduan atau ketulusan. Semua arti kata itu tepat sekali mendukung pembentukan sosok pribadi manusia sesuai yang diharapkan yaitu manusia “paripurna” atau secara sederhana ialah manusia yang penuh dengan “kemuliaan”.


2.      Yu (keberanian)
Keberanian merupakan asset yang berharga bagi siapapun yang hidup di dunia ini. Tanpa keberanian seseorang tidak akan menjadi siapa-siapa dan tidak akan meraih kesuksesan. Keberanian bias menjadikan sesuatu yang dianggap mustahil menjadi kenyataan. Keberanian memungkinkan seseorang untuk keluar dari kesulitan dan bahkan berhasil meraih kesuksesan.

Seseorang yang batinnya memang pemberani akan menunjukan loyalitas dan kasih sayang pada pimpinan dan orangtua. Mereka juga mempunyai kesabaran, sikap toleran, serta menghargai apa saja. Bukan dikatakan pemberani karena seseorang cepat meluapkan amarahnya. Seseorang pemberani adalah mereka yang dapat menguasai diri atau nafsunya sewaktu marah.

3.     Jin ( Murah Hati)  Mencintai sesama, kasih sayang dan simpati. Bushido memiliki aspek keseimbangan antara maskulin (yin) dan feminine (yang). Jin mewakili sifat feminine. Meski berlatih ilmu pedang dan strategi perang, para samurai harus memiliki sifat pengasih dan peduli pasa sesame manusia.

Sikap ini harus tetap ditunjukkan baik di siang hari yang terang benderang, maupun di kegelapan malam. Kemurahan hati juga ditunjukkan dalam hal memaafkan. Mencintai sesama, kasih sayang dan simpati. Bushido memiliki aspek keseimbangan antara maskulin (yin) dan feminine (yang). Jin mewakili sifat feminine.

4.      Rei (Hormat dan Santun Kepada orang lain)
Bersikap santun dan hormat pada orang lain. Ksatria tidak pernah bersikap kasar dan ceroboh, namun senantiasa menggunakan kode etiknya secara sempurna sepanjang waktu. Sikap santun dan hormat tidak saja ditujukan pada pimpinan dan orang tua, namun kepada tamu atau siapa pun yang ditemui.

Sikap santun meliputi cara duduk, berbicara, bahkan dalam memperlakukan benda ataupun senjata. Hingga saat ini kesantunan para samurai masih terlihat pada cara orang jepang menundukkan kepalanya sebagai tanda hormat.

5.      Makoto – Shin (Kejujuran dan tulus ikhlas)
Samurai mengatakan apa yang mereka maksudkan, dan melakukan apa yang mereka katakan. Mereka membuat janji dan berani menepatinya. Jujur dan tulus ikhlas merupakan kode etik samurai yang berarti berkata atau memberikan suatu informasi yang sesuai kenyataan dan kebenaran. Para ksatria harus menjaga ucapannya dan selalu waspada tidak menggunjing, bahkan saat melihat atau mendengar hal-hal buruk tentang siapapun.

6.      Meiyo ( menjaga nama baik dan kehormatan)
Samurai akan menghormati etika,bukan talenta. Dan mereka menghormati perbuatan, bukan pengetahuan. Salah satu cara mereka menjaga kehormatan adalah tidak menyia-nyiakan waktu dan menghindari perilaku yang tidak berguna. Jika anda di depan publik, meski tidak bertugas, kau tidak boleh sembarangan bersantai. Lebih baik kau membaca, berlatih kaligrafi, mengkaji sejarah, atau tata krama keprajuritan.

7.      Chugo (kesetiaan pada pemimpin)
Kesetiaan ditunjukkan dengan dedikasi yang tinggi dalam melaksanakan tugas. Kesetiaan seorang ksatria tidak saja saat pimpinannya dalam keadaan sukses dan berkembang. Bahkan dalam keadaan sesuatu yang tidak diharapkan terjadi, pimpinan mengalami banyak beban permasalahan, seorang ksatria tetap setia pada pimpinannya dan tidak meninggalkannya.

Puncak kehormatan seorang samurai adalah mati dalam menjalankan tugas dan perjuangan. Seperti sabda Rasulullah “engkau tetap harus setia mendengar dan taat kepada pemimpin meskipun ia memukul punggungmu atau mengambil haratamu, maka tetaplah untuk setia mendengar dan taat”.

8.      Tei ( peduli)
Tak peduli seberapa banyak kau menanamkan loyalitas dan kewajiban keluarga di dalam hati, tanpa perilaku baik untuk mengekspresikan rasa hormat dan peduli pada pimpinan dan orang tua, maka kau tidak bisa dikatakan sudah menghargai cara hidup samurai.

Hansei dan Kaizen
Falsafah budaya Bushido juga melahirkan prinsip Hansei dan Kaizen, kedua prinsip ini yang sering diimplemtasikan dalam dunia usaha. Prinsip ini merupakan rahasia sukses terbesar bangsa Jepang selain budaya membaca, rasa malu, hidup hemat, serta mandiri. Hansei adalah perbaikan tiada henti sedangkan Kaizen adalah penyempurnaan tiada henti. 

Hansei adalah refleksi untuk menemukan akar setiap masalah, dan Kaizen adalah menemukan solusi terbaik atas setiap masalah sampai sekecil-kecilnya. Kedua kunci penting ini merupakan filosofi hidup bangsa Jepang yang telah mengakar dan menjadi sokoguru bangkitnya perekonomian Jepang.

Hansei harus dimulai dari diri pribadi tiap orang. Setiap orang harus jujur mengakui kesalahannya dan menemukan penyebab yang memunculkan kesalahan itu. Tak cukup sampai di sini, penyebab kesalahan itupun harus dianalisa lagi apa penyebabnya. Sehingga sampai pada satu titik, akan ditemukan akar dari seluruh penyebab itu yang disebut penyebab utama.

Lalu dengan diskusi mendalam, dirumuskanlah solusi dari akar masalah itu dan diuji coba berulang-ulang hingga ditemukan solusi yang paling efektif dan dengan waktu yang paling singkat. Inilah ‘seni’ yang disebut Hansei.

Pengakuan jujur atas kesalahan sendiri seperti ini tentu sangat memalukan dan menyakitkan. Oleh karenanya perlu diberi simpati oleh seluruh tim dan diyakini bahwa kejujuran semacam itu merupakan kekuatan terbesar yang akan menopang sistem secara keseluruhan.

Bisa dikatakan Hansei adalah pendahuluan Kaizen dan tidak ada Kaizen tanpa Hansei. Untuk melakukan penyempurnaan perlu mendefinisikan di mana letak kesalahan dan bagaimana memperbaikinya. Adapun prinsip Kaizen harus mencakup beberapa elemen kunci, yaitu kualita, efisiensi, dan waktu 

Perbaikan yang dimaksud kaizen bukanlah perbaikan yang dilakukan langsung, drastis dan ekstrem dalam waktu singkat tetapi perbaikan-perbaikan berskala kecil dan sederhana, namun dilakukan terus-menerus secara konsisten dalam jangka waktu yang lama.

Perwujudan sistem kerja berlandaskan falsafah Kaizen ini dilakukan dengan mendorong semua perangkat organisasi untuk menyumbangkan saran, ide dan pendapat sebanyak-banyaknya untuk kemudian dipertimbangkan dan diterapkan sehingga mampu meningkatkan standar kerja yang berlaku. (DAM)

2 Responses to "Belajar Maju Dari Budaya Jepang"

  1. Tidak dipungkiri kalau Indonesia jadi negara dgn bermacam macam suku & kekayaan adat juga budayanya sejak dahulu. Maka dari itu, kita sebagai warga Indonesia patut berbangga dan terus mencintai tanah air tercinta ini. Dan ingat satu hal "Bangsa Yang Besar Itu Adalah Bangsa Yang Menghargai Budayanya". Majulah Indonesiaku dengan beragam suku bangsamu.

    cara mengobati vertigo | pengobatan kanker serviks | obat gula darah tinggi | obat nyeri otot dan sendi

    BalasHapus
  2. Tidak dipungkiri kalau Indonesia jadi negara dgn bermacam macam suku & kekayaan adat juga budayanya sejak dahulu. Maka dari itu, kita sebagai warga Indonesia patut berbangga dan terus mencintai tanah air tercinta ini. Dan ingat satu hal "Bangsa Yang Besar Itu Adalah Bangsa Yang Menghargai Budayanya". Majulah Indonesiaku dengan beragam suku bangsamu.

    cara mengobati vertigo | pengobatan kanker serviks | obat gula darah tinggi | obat nyeri otot dan sendi

    BalasHapus

Silahkan beri komentar