Ketika memberikan wejangan pada acara penganugrahan
piala pada para juara Lomba Karya Cipta Seni Pelajar Nasional (LKCSPN) 2015
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudyaan (Menko PMK) telah mengingatkan
pengaruh negative gadget bagi perkembangan anak, salahsatunya adalah terkikisnya
budaya gotong-royong dan kebersamaan.
Gadget merupakan suatu benda yang terdiri
dari berbagai macam bentuk mulai dari Tab, Iphone, Ipod, Android, Black Berry,
dan lain-lain. Maraknya penguna teknologi gadget saat ini sudah tidak terbatas
mulai dari anak-anak hingga orang tua. Bahkan akibat pengunaan gadget yang
sangat berlebihan ini sering sekali disebut “autis”.
“Autis” adalah sebuah sebutan untuk seseorang
yang sudah terkena candu gadget tersebut. Mulai dari bangun tidur hingga mau
tidur pun seseorang yang sudah terkena candu gedget tersebut tidak akan mampu
jauh dari benda-benda gadgetnya.
Bahkan gadget juga dijadikan ruang atau
sarana untuk saling curhat dan menuangkan uneg-uneg, kekesalan terhadap
seseorang, rasa gembira, kecewa, sedih, marah
hingga tempat untuk mengumpat atau menyidir seseorang.
Contoh kasus yang terbaru dan paling menghebohkan adalah perseteruan antara anak
dan orang tua lantaran komunikasi di dunia maya. Kasus tersebut tentunya tidak
terlepas dari pengaruh gadget yang disalahgunakan.
Tentu saja hal tersebut cukup menarik
perhatian saat ini sebagai contoh salah satu dari pergeseran budaya. Ide
tentang ketidakstabilan kebudayaan dan identitas dalam globalisasi membawa kita
kepada pemahaman bahwa kebudayaan dan identitas selalu merupakan pertemuan dan
percampuran berbagai kebudayan dan identitas yang berbeda-beda.
Jika kita amati satu-persatu pengguna gedget
tersebut mereka tidak jauh dari yang namanya dunia maya, seperti facebook, BBM,
twitter, instagram, path, whatsapp, dan lain-lain. Bahkan yang lebih ironisnya
lagi adalah kebiasaan tersebut telah menyerang anak-anak yang notebanenya
adalah generasi penerus bangsa.
Mereka lebih sering berkutat pada gedget yang
diberikan oleh kedua orang tua mereka. Tanpa mereka sadari perlahan tapi pasti,
mereka sudah meninggalkan dunia realita yaitu bermain dengan teman seumurannya
diluar rumah, berpetualang, dan lain sebagainya.
Budaya gadget kini telah mengkikis budaya
kebersamaan, dan gotong royong yang telah diwariksan oleh pendiri bangsa ini.
Secara perlahan dan pasti benih-benih sikap individualis menyebar ibarat kanker
yang menyerang perkembangan anak sehingga anak-anak jaman sekarang kurang mampu
berinteraksi dengan dunia sosial.
Kondisi tersebut juga diamini oleh Menko PMK,
Puan Maharani, menurutnya perkembangan teknologi semakin maju, khususnya
teknologi informasi. Namun perkembangan tersebut membawa serta dampak negative
terhadap perkembangan anak. Salah satunya adalah chatting-chattingan sehingga anak-anak
lupa belajar dan malas membaca buku serta memberikan bocoran jawaban melalui
sms.
Menurut Menko PMK, budaya gadget juga
menyebabkan ruang komunikasi menjadi sempit, alih-alih memanfaatkan teknonogi
komunikasi untuk memperlancar dan memperluas komunikasi, gadget malah
menyebabkan anak kurang komunikasi apalagi berinteraksi.
“lihat saja saat ini, di meja makan,
disekolah-sekolah, dirumah di mall-mall, serta taman bermain, anak-anak berkumpul
dengan orang tuanya dengan temen-temannya, tetapi semuanya sibuk dengan
gedgetnya masing-masing.” jelas Menko PMK.
Pengaruh negative gadget tersebut, lanjut
Menko PMK, semakin menegaskan sikap individualis, padahal dalam membangun
bangsa yang hebat perlu sikap gotong-royong dan bekerjasama. “Untuk itu saya
mengajak semua pihak terutama para orang tua agar mewaspadai sisi negative dari
perkembangan teknologi ini,” harap Menko PMK.
“Sudah menjadi tugas kita bersama, baik
pemerintah, orang tua, serta semua
komponen bangsa meminimalisir pengaruh negative gadget karena perkembangan
teknologi tidak bisa kita cegah karena didalamnya ikut pengaruh positif dan
negative,” terang Menko PMK.
Peran Orang
Tua
Maraknya penggunaan gadget pada anak tidak
terlepas dari sikap pembiaran orang tua. Bahkan orang tua kerap kali sengaja
memberikan anak gedegt dengan alasan agar mudah memantau dan mengontrolnya.
Alasan tersebut sebenarnya sah-sah saja asalkan dibarengi dengan pengawasan dalam
penggunan gadget.
Secara langsung maupun tidak langsung, orang
tua menanggung porsi kesalahan ketika anak-anak mereka terlampau sering
menghabiskan waktunya bersama gadget daripada berinteraksi social dengan
lingkungannya. Padahal kita tahu penggunaan gadget yang berlebihan dapat melumpuhkan
perkembangan intelektuan, sosial dan emosional anak-anak.
Mrs. Stiffelman dalam bukunya yang berjudul Parenting With Presence, menyarankan
supaya orang tua menyisihkan waktu lebih banyak untuk anak-anak mereka, agar
mereka tahu bahwa ada perhatian lebih dan tidak terbagai-bagi.
Sementara itu pakar kesehatan masyarakat dari
Universitas Harvard, Steven Gortmaker dan Kaley Skapinsky datang dengan konsep
yang lebih “ekstream”. Mereka menyarankan agar orang tua melarang anak-anak
mereka untuk menonton televisi atau menggunakan gadget di kamar. Dengan
demikian, batasan penggunaan akan lebih tegas, bahkan itu berfaedah menghindari
anak dari obesitas.
Pada pokoknya, pemanfaat gedget oleh orang
tua semestinya sebijak mungkin dengan disertai tanggungjawab. Karena pada
dasarnya anak-anak hanya mencontoh apa yang dilakukan orang tuanya. Namun
demikian mengawasi cara penggunaan, pembatasan durasi, dan penegakan aturan
kesepakatan sedikit banyak dapat mengurangi efek negative gadget pada anak.
(DAM/dbs)
0 Response to "Gedget, Mengkikis Budaya Gotong-Royong dan Kebersamaan"
Posting Komentar
Silahkan beri komentar