Tanggal 1 Oktober telah menjadi hari batik
nasional, sudah selayaknya potensi batik nusantara yang penuh dengan nilai
filosofis dan akulturasi kembali digali.
Batik merupakan karya budaya yang mewakili
identitas Indonesia di kancah internasional. Dalam selembar kain batik,
terpapar identitas budaya bangsa, serta sejarah suatu daerah atau kota.
Bukan hanya satu atau dua jenis dan motif
batik saja yang lahir dan berkembang, namun ada ribuan yang tersebar di
berbagai daerah di Indonesia. Salah satunya yaitu batik Kudus yang didesain
dengan motif unik dan menarik.
Batik Kudus merupakan produk yang dihasilkan dari salah satu daerah di Pulau Jawa yang merupakan pusat perkembangan agama Islam, serta memiliki pengaruh kuat dari budaya Cina. Hal tersebutlah yang menjadikan batik Kudus ini sebagai hasil karya multikultur.
Batik Kudus merupakan produk yang dihasilkan dari salah satu daerah di Pulau Jawa yang merupakan pusat perkembangan agama Islam, serta memiliki pengaruh kuat dari budaya Cina. Hal tersebutlah yang menjadikan batik Kudus ini sebagai hasil karya multikultur.
Sejak masa Sunan Kudus, sekitar tahun 1600an
hingga 1930an, Batik Kudus mengalami asimilasi dengan kebudayaan Cina. Sejarah
mengungkapkan bahwa pengaruh budaya dari para pedagang Cina kaya zaman dahulu
yang mendatangkan para pembatik dari Pekalongan menciptakan batik peranakan
dengan ciri khas batik Kudus.
Batik Kudus juga menghasilkan batik-batik lainnya yang sangat dipengaruhi budaya Islam. Hal ini terpapar dari dalam batiknya yang didominasi dengan motif Arab. Warna-warnanya pun cenderung gelap, seperti hitam, dan biru tua.
Batik Kudus juga menghasilkan batik-batik lainnya yang sangat dipengaruhi budaya Islam. Hal ini terpapar dari dalam batiknya yang didominasi dengan motif Arab. Warna-warnanya pun cenderung gelap, seperti hitam, dan biru tua.
Awalnya batik Kudus yang berasal dari utara
pulau Jawa ini, telah populer sejak era Sunan Kudus di abad ke-16. Pada era
Sunan Kudus (Syekh Jafar Shodiq), Batik Kudus berpusat di Langgar Dalem dan
terkenal dengan motif Langgar Dalem yang kental dengan sentuhan Islam. Pada
masa itu, semua wanita di Langgar Dalem dapat membatik Kudus demi memenuhi
kebutuhan pakaian masyarakat sekitar dan Sunan Kudus sendiri.
Memasuki tahun 1800, batik Kudus mulai
diproduksi sebagai home industry dan pusat produksi bergeser kearah barat atau
Kudus Kulon. Sesuai dengan sosiokultural yang berlaku pada masa itu bahwa
gadis-gadis Kudus Kulon dalam menjalani kehidupannya dipingit oleh orang tua
mereka.
Untuk mengisi waktu, gadis-gadis tersebut
diajari membatik. Selain Rama Kembang, Beras Kecer dan Alas kobong, motif kapal
kandas merupakan motif yang digemari para pembeli pada waktu itu.
Meskipun kerajinan
batik di Kudus mulai ada pada tahun 1935, namun baru berkembang pesat pada
tahun 1970-an. Corak dan motif batik Kudus sangat beragam, karena pada masa itu
selain berasal dari penduduk asli setempat, para pengrajin batik Kudus juga
berasal dari etnis Tionghoa.
Sekitar tahun 1950-an munculnya nama seniman seperti Liem Boe In, Liem Boen
Gan, Kwe Suiauw, Ok Hwa, dan Gan Tjioe Gwat yang memberikan warna baru pada
motif Batik Kudus. Seniman-seniman Cina tersebut muncul memberi ide-ide baru
dalam motif Batik Kudus.
Batik Kudus juga dikenal
sebagai batik peranakan yang halus dengan isen-isen (isian dalam raga, pola
utama) yang rumit. Batik ini didesain dengan warna-warna sogan (kecoklatan)
yang diberi corak parang, tombak, atau kawung. Batik tersebut juga dihias
dengan rangkaian bunga, kupu-kupu, serta ragam motif lainnya yang sesuai dengan
ciri khas Kabupaten Kudus.
Batik Pesisir
Batik Kudus coraknya
lebih condong ke batik pesisiran, yakni adanya kemiripan dengan corak batik
Pekalongan maupun Lasem. Batik Kudus yang dibuat oleh pengrajin Cina atau
Tionghoa dikenal dengan batik nyonya atau batik saudagaran.
Batik ini mempunyai
ciri khas isen-isennya yang halus dan rumit, dan kebanyakan dipakai oleh
kalangan menengah ke atas. Di samping itu, motif yang dibuat coraknya lebih ke
arah perpaduan antara batik pesisir dan batik mataraman (warna sogan).
Batik Kudus yang
dibuat oleh pengrajin asli Kudus dipengaruhi oleh budaya sekitar dan coraknya
juga dipengaruhi batik pesisiran. Motif yang dibuat mempunyai arti ataupun
kegunaan, misalnya untuk acara akad nikah ada corak Kudusan seperti busana
kelir, burung merak dan adapula motif yang bernafaskan budaya Islam atau motif
Islamic Kaligrafi.
Motif yang
bernafaskan kaligrafi dipengaruhi oleh sejarah walisongo yang berada di
Kudus yaitu Sunan Kudus (Syech Dja’far Shodiq) dan Sunan Muria (Raden Umar
Said). Corak yang bernafaskan Islam ini timbul karena pengrajin batik banyak
berkembang di sekitar wilayah Sunan Kudus atau dikenal dengan Kudus Kulon.
Salah satu motif yang
juga sangat dikenal di Kudus adalah motif kapal kandas. Menurut sejarah yang
dituturkan oleh juru kunci Gunung Muria, motif kapal tandas
tersebut berkaitan dengan sejarah kapal Dampo Awang milik Sampokong yang
kandas di Gunung Muria. Menurut sejarahnya, pada masa itu terjadi perdebatan
antara Sunan Muria (Raden Umar Said) dengan Sampokong.
Menurut Sampokong,
gunung yang dilewati merupakan lautan tetapi Sunan Muria yakin itu bukan laut
melainkan gunung. Sampai akhirnya kapal Dampo Awang kandas di Gunung Muria.
Kapal tersebut membawa rempah-rempah dan tanaman obat-obatan yang sampai
sekarang tumbuh subur di Gunung Muria salah satunya adalah buah Parijoto yang
diyakini oleh masyarakat sekitar untuk acara tujuh bulanan (mitoni) supaya
anaknya bagus rupawan.
Pada tahun 1980-an
Batik Kudus mengalami kemunduran karena sudah tidak ada pengrajin yang
berproduksi lagi. Hal ini disebabkan adanya perkembangan batik printing. Maka
pengrajin batik Kudus banyak yang gulung tikar dan akhirnya masyarakat Kudus
lebih memilih bekerja sebagai buruh pabrik rokok karena banyaknya industri
rokok di Kudus.
Namun, saat ini
beberapa pengrajin batik di Kudus mulai menggiatkan kembali usaha batik Kudus
yang telah lama hilang. Bahkan di Kudus ada beberapa pengrajin batik Kudus yang
telah memiliki galeri sendiri untuk memamerkan hasil karyanya.
Batik Kudus telah menjadi
saksi sejarah bahwa budaya Indonesia sarat dengan budaya tolernasi yang
menjunjung tinggi nilai-nilai keragaman budaya. Sudah saatnya nilai-nilai yang terkandung
dalam selembar batik kudus digaungkan kembali dalam memperkuat jatidiri bangsa.
(DAM)
0 Response to "Batik Kudus: Semangat Multikulturalisme dalam Selembar Kain"
Posting Komentar
Silahkan beri komentar