Siang-siang makan buah em…pasti segar banget rasanya apalagi kalau dicampur dengan bumbu rujak yang pedas pasti tambah sueger. Ya…rujak buah, makanan khas Indonesia ini pastilah ada disetiap sudut kota atau perkampungan di Jakarta.
Siang itu, saya sedang asyik meliput demo kemaikan bahan bakar minyak (BBM ) di depan Istana Merdeka, panasnya terik matahri membuat bulir-bulir kristal keringatku keluar mengalir deras dari setiap pori-pori tubuhku. “Ah..tampaknya makan rujak buah akan segera mengembalikan kesegaran tubuhku,” kata batinku.
Kebetulan di arena demonstrasi ada seorang penjual rujak buah yang menggunakan gerobak untuk menjajakan rujaknya. Siang itu saya sudah mantapkan dalan hati bahwa aku harus makan rujak buah untuk mengembalikan kebugaran tubuhku. ”Pasti rujak ini segar dan enaknya luar biasa,” kata batinku lagi.
Sambil membeli rujak aku bertanya-tanya sedikit dengan penjual rujaknya. Dari obrolan singkat dengannya diketahui nama penjual rujak adalah Muhammad Subali atau biasa dipanggil Mas Bali.
Menurut mas Bali, dirinya berjualan rujak di Jakarta sudah lumayan cukup lama. Biasanya mas Bali mangkal di belakang gedung Departemen Dalam Negeri, di jalan. Veteran. ”Saya jualan rujak buah di Jakarta sudah lumayan lama mas, kira-kira sudah lima tahun lebih. Biasanya saya mangkal di belakang Depdagri,” kata mas Bali.
Menurutnya, berjualan di depan Istana Merdeka hanyalah dadakan saja ketika ada demonstrasi besar. Namun kalau tidak ada demo dia kembali berjualan di belakang depdagri. ”saya jualan di depan Istana kalau ada demo saja, soalnya saya tahu orang-orang yang demo pasti kepanasan dan butuh yang segar-segara kaya rujak buah ini,” jelas mas Bali.
Beberapa bulan ini, kata mas Bali dirinya kerap kali berjualan rujak buah di depan istana, pasalnya pasca kenaikan BBM depan Istana Merdeka menjadi tempat favorit untuk berdemonstrasi. ”Setelah kenaikan BBM orang-orang yang demo di depan Istana semakin banyak, saya pikir ini kesempatan saya untuk segera meraup untung alias menghabiskan jualan saya,” kata mas Bali.
Soal kenaikan BBM, menurut mas Bali lebih banyak merugikan dirinya dari pada menguntungkan dirinya karena dengan naiknya harga BBM harga-harga jadi mahal semua, ”Meskipun berjualan rujak buah di arena demo lebih cepat habis dan menguntungkan, saya rasa tetap lebih enak kalau BBM tidak naik karena dengan naiknya BBM harga-harga buah semakin mahal dan makan diwarung juga mahal,” jelas mas Bali.
Menurut lelaki asli Demak, Jawa Tengah ini, banyak orang yang mengira kalau berjualan rujak buah tidak bakal terkena dampak dari kenaikan BBM karena jualan rujak buah dengan cara didorong dengan gerobak sama sekali tidak menggunakan BBM, padahal tidak demikian, dirinya tetap terkena dampak dari naiknya harga BBM. ”Memang saya senang kalau ada demo kenaikan BBM karena rujak saya cepat habis tapi kalau dihitung-hitung lagi keuntungan saya malah berkurang,” kata mas Bali.
Bermodal Nekad
Menurut mas Bali, dirinya berjualan rujak di Jakarta karena di daerah asalnya susah mencari pekerjaan, jangankan mencari pekerjaan pabrik atau kantoran pekerjaan serabutan saja susah. Apalagi mas Bali harus menghidupi kelurganya.”Dengan bermodal nekad saya beranikan diri mengadu nasib di Jakarta lantaran susah cari kerjaan di kampung,” kata mas Bali.
Menurut mas Bali, pada awalnya dia berani ke Jakarta karena di ajak temen sekampungnya untuk mengadu nasib di Jakarta. Temannya pula yang memberikan tumpangan tempat tinggal di Jakarta. ”Kalau tidak ada teman yang mengajak ke Jakarta saya mana berani ke Jakarta. Tapi selain itu saya memang sedang didesak kebutuhan ekonomi,” jelas mas Bali.
Setelah di Jakarta, lanjut mas Bali dirinya tinggal didaerah Tanah Abang dengan mengontrak sebuah rumah bedeng dengan beberapa orang temannya. Meskipun rumah tersebut tampak kumuh namun lumayan untuk ditempati. ”Kontrakan di Jakarta harganya mahal mas, makanya bisa tinggal di rumah bedeng saja bagi saya sudah cukup,” kata mas Bali.
"Kalau mengontrak rumah atau kamar yang permanem di Jakarta harganya mahal tidak sesuai dengan pendapatan saya. Apalagi saya harus menghidupi istri dan anak-anak saya yang tinggal di kampung,” ungkap mas Bali.
Menurut mas Bali, pendapatannya atau kentungannya berjualan rujak buah setiap hari tidaklah seberapa, sekitar Rp 40.000 – 50.000 jarang sekali mendapat Rp 100.000 perhari. ”Setiap kali berjualan keuntungan yang saya dapat hanya Rp 40.000-50.000 tapi kalau lagi ramai bisa dapat Rp 100.000, tapi itu jarang sekali,” jelas mas Bali.
Mas Bali mengatakan, pada awal berjualan rujak buah dihanya memiliki modal Rp 400.000 dari modal tersebut diperuntukkan buat beli gerobak dan membeli buah-buahan. ”Untuk buat atau beli gerobaknya saja menghabiskan Rp.250.000 sisanya saya belikan keperluan lainnya dan buah-buahan,” kata mas Bali.
Ketika ditanya mengenai penambahan modal, menurut mas Bali sampai saat ini usaha rujak buahnya belum pernah ada peningkatan modal. ”Sudah lima tahun saya berjualan, tapi masih belum ada peningkatan atau penambahan penjualan, apalagi peningkatan modal wong bisa memutar modal awal agar tidak sampai rugi sudah bagus,” kata mas Bali.
Namun ketika ditanya program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yaitu program pinjaman kredit dari bank tanpa jaminan buat usaha mikro, kecil dan menengah, mas Bali mengaku tidak tahu menahu saol program tersebut. ”Saya maupun teman-teman saya seprofesi tidak tahun apa itu KUR, setahu saya kalau pinjam di bank pasti urusannya ribet dan harus menyertakan jaminan,” kata mas Bali.
Menurut mas Bali, dirinya masih berharap pemerintah benar-benar serius memperhatikan nasib rakyat kecil seperti dirinya. Kalau memang ada program atau kebijakan pemerintah yang berpihak pada rakyat kecil agar sebisa mungkin benar-benar sampai sehingga program tersebut tepat sasaran dan tidak menjadi sia-sia. ”Kalau memang pemerintah berpihak kepada rakyat kecil, kenapa pemerintah harus menaikkan BBM ? dan kenapa program-program yang memang diperuntukkan buat rakyat kecil banyak yang tidak sampai kepada rakyat kecil?,” protes mas Bali bersemangat.
Siang itu, saya sedang asyik meliput demo kemaikan bahan bakar minyak (BBM ) di depan Istana Merdeka, panasnya terik matahri membuat bulir-bulir kristal keringatku keluar mengalir deras dari setiap pori-pori tubuhku. “Ah..tampaknya makan rujak buah akan segera mengembalikan kesegaran tubuhku,” kata batinku.
Kebetulan di arena demonstrasi ada seorang penjual rujak buah yang menggunakan gerobak untuk menjajakan rujaknya. Siang itu saya sudah mantapkan dalan hati bahwa aku harus makan rujak buah untuk mengembalikan kebugaran tubuhku. ”Pasti rujak ini segar dan enaknya luar biasa,” kata batinku lagi.
Sambil membeli rujak aku bertanya-tanya sedikit dengan penjual rujaknya. Dari obrolan singkat dengannya diketahui nama penjual rujak adalah Muhammad Subali atau biasa dipanggil Mas Bali.
Menurut mas Bali, dirinya berjualan rujak di Jakarta sudah lumayan cukup lama. Biasanya mas Bali mangkal di belakang gedung Departemen Dalam Negeri, di jalan. Veteran. ”Saya jualan rujak buah di Jakarta sudah lumayan lama mas, kira-kira sudah lima tahun lebih. Biasanya saya mangkal di belakang Depdagri,” kata mas Bali.
Menurutnya, berjualan di depan Istana Merdeka hanyalah dadakan saja ketika ada demonstrasi besar. Namun kalau tidak ada demo dia kembali berjualan di belakang depdagri. ”saya jualan di depan Istana kalau ada demo saja, soalnya saya tahu orang-orang yang demo pasti kepanasan dan butuh yang segar-segara kaya rujak buah ini,” jelas mas Bali.
Beberapa bulan ini, kata mas Bali dirinya kerap kali berjualan rujak buah di depan istana, pasalnya pasca kenaikan BBM depan Istana Merdeka menjadi tempat favorit untuk berdemonstrasi. ”Setelah kenaikan BBM orang-orang yang demo di depan Istana semakin banyak, saya pikir ini kesempatan saya untuk segera meraup untung alias menghabiskan jualan saya,” kata mas Bali.
Soal kenaikan BBM, menurut mas Bali lebih banyak merugikan dirinya dari pada menguntungkan dirinya karena dengan naiknya harga BBM harga-harga jadi mahal semua, ”Meskipun berjualan rujak buah di arena demo lebih cepat habis dan menguntungkan, saya rasa tetap lebih enak kalau BBM tidak naik karena dengan naiknya BBM harga-harga buah semakin mahal dan makan diwarung juga mahal,” jelas mas Bali.
Menurut lelaki asli Demak, Jawa Tengah ini, banyak orang yang mengira kalau berjualan rujak buah tidak bakal terkena dampak dari kenaikan BBM karena jualan rujak buah dengan cara didorong dengan gerobak sama sekali tidak menggunakan BBM, padahal tidak demikian, dirinya tetap terkena dampak dari naiknya harga BBM. ”Memang saya senang kalau ada demo kenaikan BBM karena rujak saya cepat habis tapi kalau dihitung-hitung lagi keuntungan saya malah berkurang,” kata mas Bali.
Bermodal Nekad
Menurut mas Bali, dirinya berjualan rujak di Jakarta karena di daerah asalnya susah mencari pekerjaan, jangankan mencari pekerjaan pabrik atau kantoran pekerjaan serabutan saja susah. Apalagi mas Bali harus menghidupi kelurganya.”Dengan bermodal nekad saya beranikan diri mengadu nasib di Jakarta lantaran susah cari kerjaan di kampung,” kata mas Bali.
Menurut mas Bali, pada awalnya dia berani ke Jakarta karena di ajak temen sekampungnya untuk mengadu nasib di Jakarta. Temannya pula yang memberikan tumpangan tempat tinggal di Jakarta. ”Kalau tidak ada teman yang mengajak ke Jakarta saya mana berani ke Jakarta. Tapi selain itu saya memang sedang didesak kebutuhan ekonomi,” jelas mas Bali.
Setelah di Jakarta, lanjut mas Bali dirinya tinggal didaerah Tanah Abang dengan mengontrak sebuah rumah bedeng dengan beberapa orang temannya. Meskipun rumah tersebut tampak kumuh namun lumayan untuk ditempati. ”Kontrakan di Jakarta harganya mahal mas, makanya bisa tinggal di rumah bedeng saja bagi saya sudah cukup,” kata mas Bali.
"Kalau mengontrak rumah atau kamar yang permanem di Jakarta harganya mahal tidak sesuai dengan pendapatan saya. Apalagi saya harus menghidupi istri dan anak-anak saya yang tinggal di kampung,” ungkap mas Bali.
Menurut mas Bali, pendapatannya atau kentungannya berjualan rujak buah setiap hari tidaklah seberapa, sekitar Rp 40.000 – 50.000 jarang sekali mendapat Rp 100.000 perhari. ”Setiap kali berjualan keuntungan yang saya dapat hanya Rp 40.000-50.000 tapi kalau lagi ramai bisa dapat Rp 100.000, tapi itu jarang sekali,” jelas mas Bali.
Mas Bali mengatakan, pada awal berjualan rujak buah dihanya memiliki modal Rp 400.000 dari modal tersebut diperuntukkan buat beli gerobak dan membeli buah-buahan. ”Untuk buat atau beli gerobaknya saja menghabiskan Rp.250.000 sisanya saya belikan keperluan lainnya dan buah-buahan,” kata mas Bali.
Ketika ditanya mengenai penambahan modal, menurut mas Bali sampai saat ini usaha rujak buahnya belum pernah ada peningkatan modal. ”Sudah lima tahun saya berjualan, tapi masih belum ada peningkatan atau penambahan penjualan, apalagi peningkatan modal wong bisa memutar modal awal agar tidak sampai rugi sudah bagus,” kata mas Bali.
Namun ketika ditanya program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yaitu program pinjaman kredit dari bank tanpa jaminan buat usaha mikro, kecil dan menengah, mas Bali mengaku tidak tahu menahu saol program tersebut. ”Saya maupun teman-teman saya seprofesi tidak tahun apa itu KUR, setahu saya kalau pinjam di bank pasti urusannya ribet dan harus menyertakan jaminan,” kata mas Bali.
Menurut mas Bali, dirinya masih berharap pemerintah benar-benar serius memperhatikan nasib rakyat kecil seperti dirinya. Kalau memang ada program atau kebijakan pemerintah yang berpihak pada rakyat kecil agar sebisa mungkin benar-benar sampai sehingga program tersebut tepat sasaran dan tidak menjadi sia-sia. ”Kalau memang pemerintah berpihak kepada rakyat kecil, kenapa pemerintah harus menaikkan BBM ? dan kenapa program-program yang memang diperuntukkan buat rakyat kecil banyak yang tidak sampai kepada rakyat kecil?,” protes mas Bali bersemangat.
0 Response to "Mas Bali, Jual Rujak di Depan Istana Kalau Ada Demo"
Posting Komentar
Silahkan beri komentar