Catatan Sujana Royat
Mantan Sekertaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (Sekjen PBB) Kofi Anan pernah berucap bahwa suatu negara tidak dapat membangun dengan menekan energi, kreatifitas dan produktivitas separuh populasi penduduknya, yaitu perempuan. Bahkan M. Yunus, peraih Nobel Perdamaian 2006, melalui Grameen Banknya berhasil menekan angka kemiskinan di Bangladesh dengan menjadikan kaum perempuan sebagai nasabah terbesarnya (sekitar 96%).
Dalam dimensi kemiskinan, perempuan tetap menjadi “the poorest among the poor”, penerima beban terbesar akibat kemiskinan, paling rentan terhadap bencana alam, konflik, dan sebagainya. Pada akhirnya kemiskinan memperparah ketidaksetaraan gender yang mengakibatkan akses perempuan terhadap pendidikan belum sama. Tingkat putus sekolah anak perempuan lebih tinggi dari anak laki-laki.
Di bidang kesehatan angka kematian balita perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Di berbagai daerah dimana anak laki-laki diutamakan, vaksinasi dan makanan misalnya lebih sedikit diberikan kepada anak perempuan. Sehingga gizi buruk banyak dialami perempuan. Diskriminasi juga dapat meningkatkan komplikasi fatal saat kehamilan.
Kajian yang dilakukan Women of Our World 2005 yang diterbitkan oleh Population Reference Bureau (2005), menyebutkan angka kematian ibu (AKI) di Indonesia mencapai 230 kematian per 100.000 kelahiran hidup, hampir dua kali lipat lebih tinggi dari AKI di Vietnam (130), lima kali lipat lebih tinggi dari AKI di Malaysia (41) dan Thailand (44), bahkan tujuh kali lipat lebih tinggi dari AKI di Singapura (30).
Kesenjangan gender juga terjadi di bidang ketenagakerjaan. Pada tahun 2005, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan (50,6 persen) jauh lebih rendah dari laki-laki (86,0 persen). Pada tahun 2006, kesenjangan gender dalam ketenagakerjaan masih terus terjadi meskipun TPAK perempuan diperkirakan akan mengalami sedikit peningkatan menjadi 51,4 persen.
Ketidaksetaraan gender mengakibatkan perempuan tidak memiliki akses secara sistimatis terhadap sumberdaya produktif, termasuk sumberdaya pendidikan, tanah, informasi dan keuangan. Kondisi tersebut juga memicu lemahnya bargaining position Perempuan di wilayah politik, yang pada gilirannya lamban dalam meningkatkan kesejahteraan dan menghambat pembangunan.
Di bidang politik praktis keterwakilan perempuan di DPR dan DPD masih rendah. Demikian pula di pemerintahan, PNS perempuan berjumlah 40,6 persen dan hanya 19,8 persen yang menduduki jabatan struktural. Yang sangat memprihatinkan kita adalah kekerasan terhadap perempuan cenderung meningkat. Demikian pula banyak korban perdagangan manusia, baik di dalam maupun di luar negeri.
Kesenjangan gender sebagaimana diuraikan di atas, tentu merugikan perempuan. Karenanya, upaya pemberdayaan perempuan mutlak diperlukan untuk meningkatkan status dan kedudukan perempuan di berbagai bidang pembangunan. Berbagai tantangan dan masalah yang dihadapi oleh perempuan tidak dapat kita biarkan, karena hanya dengan peran perempuan pembangunan manusia Indonesia dapat terlaksana dengan baik dan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan. Untuk itu perlu adanya pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional.
MDG’s dan PNPM-Mandiri
Seperti kita ketahui, Indonesia bersama 188 negara lainnya telah memiliki komitmen untuk menggunakan delapan tujuan Millenium Development Goal’s (MDG’s) sebagai acuan pelaksanaan pembangunan manusia bagi setiap negara. Dalam konteks inilah pemerintah mempunyai kewajiban terhadap rakyat, masyarakat, bangsa dan negara untuk mengimplementasikan MDGs sebagai strategi untuk mengurangi kemiskinan global dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Bila kita mencermati kedelapan tujuan yang akan dicapai dalam MDGs, maka upaya pemberdayaan perempuan perlu mendapatkan perhatian yang serius dari semua pihak serta pemangku kepentingan, mengingat sebagian besar dari tujuan yang hendak dicapai terkait langsung dengan kondisi hidup perempuan.
Untuk itulah pengarusutamaan gender adalah sebuah strategi yang sangat penting untuk dilaksanakan. Dalam terminologi pemerintah pengarusutamaan gender adalah strategi yang dilaksanakan secara rasional dan sistimatis untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam sejumlah aspek kehidupan manusia melalui kebijakan dan program yang memperhatikan pengalaman, aspirasi, dan kebutuhan serta permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Pengarusutamaan gender dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri) juga terakomodir dengan jelas. Sebab PNPM-Mandiri telah menjadi instrumen program pencapaian MDG’s. Oleh karena itu salah satu tujuan PNPM-Mandiri adalah meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk kelompok perempuan dalam proses pembangunan.
Kesetaraan gender sebagai fondasi awal pengarusutamaan gender juga menjadi prinsip dasar dalam pelaksanaan PNPM-Mandiri. Sebab laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan yang adil dan setara dalam setiap tahap pembangunan serta dalam menikmati hasil-hasil pembangunan.
Arti penting PNPM-Mandiri terhadap kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan juga direalisasi melalui antara lain; Pertama menanggapi kebutuhan praktis perempuan dengan mendanainya, serta membantu menghilangkan hambatan praktis dari keterbatasan waktu dan kapasitas yang menghalangi keterlibatan perempuan dalam pembangunan.
Kedua, meningkatkan potensi perempuan dalam kegiatan ekonomi. Melalui investasi dalam infrastruktur lokal seperti jalan dan jembatan yang membantu menghilangkan beberapa kendala terhadap akses perempuan untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi produktif dan mengembangkan usahanya.
Ketiga, menjamin partisipasi aktif perempuan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan melalui penekanan pada tingkat partisipasi secara luas yang dapat menghapuskan beberapa hambatan terhadap partisipasi perempuan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan di tingkat lokal, dan memastikan bahwa suara mereka terdengar dan bahwa mereka memiliki peluang untuk mempengaruhi proses dan keputusan agar lebih tanggap terhadap kebutuhan mereka.
Untuk mewujudkan kesetaraan gender berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, maka di dalam PNPM Mandiri, diberlakukan 25 % dari dana bergulir yang diambil dari Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) harus dikelola oleh kaum perempuan. Untuk dapat memanfaatkan dukungan pendanaan ini bagi peningkatan kesejahteraan keluarga dan pemberdayaan perempuan, kelompok perempuan harus membentuk dan mengembangkan forum perempuan yang digunakan sebagai wadah bagi kaum perempuan untuk merencanakan kegiatan-kegiatan yang memanfaatkan dukungan pendanaan bergulir tersebut.
Dalam PNPM Mandiri juga, kaum perempuan diberikan peluang kesempatan kerja di berbagai kegiatan yang tercakup dalam PNPM Mandiri. Mulai dari penyediaan fasilitator kecamatan, fasilitator lokal dan fasilitator desa, sekitar 50 % harus diberikan kepada kaum perempuan. Sudah barang tentu yang mempunyai kualifikasi yang dipersyaratkan. Demikian juga, peluang semakin besar diberikan kepada kaum perempuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan PNPM Mandiri yang menjadi menu utama pemberdayaan masyarakatnya yaitu antara lain; dalam pembangunan prasarana dan sarana dasar yang berbasis padat karya, pemberdayaan ekonomi keluarga dan masyarakat, pelatihan keterampilan usaha produktif, pemanfaatan akses pada sumber informasi, dan ilmu pengetahuan dan lain sebagainya.
Dengan karakteristik yang dimiliki, PNPM-Mandiri setidaknya telah menjadi instrumen yang strategis yang dimiliki pemerintah untuk secara aktif menghapus hal-hal yang menghambat kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan oleh karenanya juga akan meningkatkan keberhasilan penanggulangan kemiskinan.
lanjutkan !
BalasHapus