Sungai Citarik dipilih karena relatif dekat dengan Jakarta dan merupakan tempat tujuan wisata alternatif. Diperkirakan perjalanan dari Jakarta-Citarik memakan waktu kurang lebih 4 jam. Pukul 07.30 kami mulai bergerak dari Kwarnas Pramuka menuju Kantor Menegpora di Senayan untuk menjemput beberapa peserta wartawan dan staf Menegpora. Dan tepat pukul 09.15 akhirnya rombongan berangkat menuju Citarik dengan menggunakan 2 buah bis.
Sepanjang awal perjalanan, saya tidur cukup lelap, maklumlah semalam kurang tidur karena terus memikirkan ‘keganasan arus Citarik’. Dipertigaan Ciawai saya sudah terbangun dari tidur. Seperti biasa pada waktu weekend jalan menuju arah Sukabumi macet, dan saya tertidur lagi. Dipertigaan Cibadak-Cikidang saya kembali terbangun. Suasana pemandangan sudah mulai menghijau. Jalan yang meliuk-liuk, landscape pegunungan, hamparan hutan, perkebunan teh, serta perkebunan sawit merupakan pertanda bahwa tidak lama lagi kami akan tiba di Cikidang.
Benar saja tepat pukul 12.30 kami tiba di Caldera River Resort, salah satu operator penyelenggara refting sungai Citarik. Sejatinya di Citarik ada 5 operator penyelenggara rafting, namun saat ini hanya tersisa 3 operator, yaitu Caldera, Arus Liar dan Kaki Langit.
Sesampainya di lokasi kami langsung disuguhkan makan siang dengan menu lalapan plus sambel, sayur asem, tempe dan tahu goreng serta ayam goreng..em..menunya Sunda banget batinku. Dan pastinya sangat cocok dengan lingkungan dan cuacanya. Setelah makan siang kami langsung briefing dan pembagian group. Setelah pembagian grup, kami beramah-tamah dengan semua peserta dan panitia melalui sebuah permainan ringan. Ramah-tamah kemudian dilanjutkan setelah makan malam dengan bernyanyi bersama, performa art, barbeqeu, dan pembakaran api unggu.
Pukul 07.30 panitia mulai mengumpulkan kami untuk melakukan persiapan refting. Didahului dengan pendataan peserta yang akan ikut rafting, kemudian dilanjutkan dengan pemanasan. Dari wajah-wajah peserta refting tampak keriangan sekaligus rasa was-was, terutama yang baru pertama kali melakukan refting. Termasuk saya sebagai pemula.
Kami sudah bersiap untuk menelusuri arus Citarik yang kabarnya memiliki energi untuk menarik. Tim dibagi dalam beberapa kelompok dengan jumlah per kelompok terdiri dari 5 orang plus 1 orang instruktur. Pastinya ada perasaan takut serta was-was dihati kami, tapi instruktur meyakinkan kami bahwa standar keselamatan yang diterapkan Caldera sudah memenuhi standar. Sesuai dengan Standar Operating System (SOP) setiap peserta wajib memakai baju pelampung dan helm. Setelah itu dilanjutkan penjelasan atau instruksi singkat mengenai cara mengendalikan perahu.
Bagi mereka yang baru pertama kali rafting atau berarum jeram perasaan was-was itu pasti menyelinap. Mereka takut menghadapi kemungkinan terlempar dari perahu yang diombang ambingkan arus. Karena itu pengarung jeram dituntut selalu waspada untuk siap menerima situasi yang tak terduga.
Menaklukan Citarik
Kini saatnya berpetualang menelusuri dan menaklukan liarnya arus citarik. perasaan saya sudah diliputi was-was dan cemas. Benar saja, baru beberapa meter perjalanan jeram sungai citarik sudah membuat andrenalin naik tajam. Ditambah teriakan dari peserta lainnya semakin membuat andrenalin meningkat tajam. Namun, beberapa meter kemudian riam semakin tenang, gemercik air juga terdengar tenang membaut hati tenang dan damai.
Sepanjang 9 kilometer pengarungan sungai Citarik, kami menemukan sejumlah jeram yang nama-namanya sudah cukup dikenal. Jeram-jeram itu diberi nama berdasarkan kejadian yang pernah dialami di tempat itu. Jeram pertama adalah “Jeram TVRI”. Kenapa dinamakan demikian, karena di jeram inilah seorang kameramen TVRI yang sedang berarung jeram sempat jatuh pingsan.
Tidak jauh dari “Jeram TVRI”, ada “Jeram Golden Gate”. Di sebelah kiri dan kanan jeram ini terdapat dua buah batu besar menyerupai gerbang atau “gate”. Untuk melintas jeram yang berada di tengahnya cukup sulit lantaran ruang yang tersedia sangat sempit. Kabarnya, tidak sedikit perahu yang hampir terbalik di sini. Di kalangan juru mudi, yang dengan lancar membawa tamu melintas jeram ini diberi “poin emas”.
Jeram berikutnya adalah “Jeram Zig-zag”. Kondisi jeram di sini mengharuskan jurumudi harus mengendalikan perahunya dengan cara “zig-zag”. Biasanya, saat melewati jeram ini jurumudi akan membuat atraksi perahu “dipentokkan” ke batu.
Ada pula “Jeram Jumping Jack Flash”. Di masa awal pengarungan Sungai Citarik, perahu yang melewati jeram ini, juru mudinya selalu terlempar atau “jumping” ke arah depan melewati perahu.
Tak kalah seru, jeram yang akan kami lewati setelah itu adalah “Jeram Big Z” dan “Jeram Panjang”. Jeram Big Z, karena bentuk alur sungainya seperti huruf “Z” berukuran besar. Karena bentuknya seperti huruf Z itulah, pada saat menikung di jeram ini, perahu selalu terbentur dinding-dinding batuan yang berada di tepi sungai.
Tak Terexpose
Sebenarnya, selain keliaran dan keganasan arus Citarik, ada pesona yang tidak terexpose oleh indra kita, yaitu suasana sekeliling pinggir sungai. Melihat keindahan tebing-tebing yang ditumbuhi pepohonan bambu dan pohon-pohon besar. Di sungai ini kita bisa melihat biawak berenang dan bahkan ada yang sedang berjemur di atas batu yang berlumut. Tidak jarang kita juga bisa menyaksikan peduduk sekitar mencuci pakaian.
Kepakan sayap dan kicauan burung-burung semakin manambah exsotik sungai Citarik. Belum lagi suara-suara hewan liar lainnya yang dipadu dengan suara gemuruh riak air, semakin menambah harmoni alam Citarik. Sayang, para rafter jarang memperhatikannya karena asyik dengan sensasi keganasan Citarik.

0 Response to "Menjajal Keganasan Arus Citarik"
Posting Komentar
Silahkan beri komentar