Ondel-Ondel, Dulunya Buat Menolak Bala

Tidak seorangpun tahu kapan Boneka raksasa milik masyarakat Betawi pertama kali muncul. Namun, yang jelas boneka raksasa, dengan sekitar tinggi tiga meter itu diperkirakan sudah ada sejak zaman VOC atau bahkan sebelum VOV datang. Ondel-ondel biasanya selalu tampil setiap ulang tahun Jakarta, atau perayaan nasional seperti pesta 17 Agustusan. Cara memainkan Ondel-ondel dengan diarak dan memainkannya juga tidak boleh sembarangan. Konon ondel-Ondel mengandung unsure magis sehingga ada Ondel-ondel yang dikasih minum dan rokok, tak heran bila boneka raksasa ini menjadi symbol kota Jakarta.

Dulu, masyarakat Betawi menyebutnya Barongan, mungkin berasal dari Barengan artinya bareng-bareng atau sama-sama. Sebutan itu datang dari kalimat ajakan dalam logat Betawi "Yok, kita ngarak bareng-bareng". Setelah Benyamin nyanyi Ondel-ondel, kemudian Barongan disebut Ondel-ondel.


Almarhum Benyamin, penyanyi legendaris lagu-lagu Betawi, itu tentu tadinya tak bermaksud mengubah sebutan boneka Betawi itu. Namun, tokoh dalam sinetron Si Doel Anak Sekolahan yang bermain bersama Rano Karno itu, begitu besar pengaruhnya, sehingga sebutan untuk Ondel-ondel untuk boneka raksasa itu lebih populer ketimbang Barongan.


Bahan untuk membikin Ondel-ondel sangat sederhana. Biasanya mukanya terbuat dari kayu, kerangka badan dari bambu yang diikat kawat beton. Rambutnya dibuat dari ijuk, sementara
kembang-kembangnya terbuat dari kembang kertas minyak atau kertas kado yang mengandung plastic agar tahan air.


Aslinya kerangka badan Ondel-ondel terbikin dari rotan, supaya kuat. Namun karena saat in
i rotan sekarang mahal, maka diganti dengan banmbu. Dulu, dalam sebuah penampilan Ondel-ondel cuma dibikin sepasang, laki-laki dan perempuan. Untuk menandainya, Ondel-ondel laki mukanya berwarna merah, Ondel-ondel perempuan mukanya berwarna putih, dengan tampang sederhana. Tapi dalam perkembangannya, bukan hanya gambar mata seperti mata manusia, lengkap dengan alis yang terbuat dari bulu, juga sekali muncul bisa lima sampai 10 pasang. Dengan ukuran standar, tingginya sekita tiga meter.


Musik pengiring arak-arakkan Ondel-ondel juga memegang peranan penting. Alat tiup agak dominan, selain ditingkahi tabuhan kenong, kemong, dan gendang, sebagai penjaga ritme. Dengan musik itu, baru Ondel-ondel bisa nandak (joget). Yang menarik adalah semua alat-alat musik itu dibuat harus sendiri. Gendang dari kayu, kenong dan kempul dibuat dari plat seng. Kini, ada juga yang menambahkan instrumen gesek yang asalnya dari gambang kromong, namanya tekyan. Kecuali bahan, yang kini bisa dibikin dari fiberglass, pertunjukan Ondel-ondel tak banyak berubah dari dulu. Gaya tarinya hanya goyang kiri-kanan, lirik musiknya masih yang dulu-dulu juga. Misalnya lagu Lenggang-lenggang Kangkung, Kicir-kicir, atau Srikuning. Aslinya, Ondel-ondel tidak ada lagu-lagunya, tapi hanya diiringi kendang pencak silat saja. Tapi dalam
perkembangannya lagi, ada juga yang mengkombinasikannya dengan musik gambang kromong atau musik tanjidor.


Namun, kekhasan Ondel-ondel tidak cuma dari penampilan bonekanya maupun musik pengiringnya. Tapi bagi mereka yang percaya, Ondel-ondel punya pengaruh magis. Sebelum diarak, Ondel-ondel punya syarat-syarat. Selain ada yang khotbah dulu, juga dikasih minum. Bisa diberi minum air kelapa hijau, air putih, sampai kopi manis maupun pait. Kadang-kadang diberi juga bahan-bahan dapur seperti telur, juga rokok. Cara memberi minuman Ondel-ondel dengan menaruhkannya di dalam kerangka tubuhnya.


Konon dahulu Ondel-ondel biasanya minta madat. Namun karena madat atau ganja dilarang sebagai gantinya Ondel-ondel dikasih rokok lisong, dengan cara ditempelkan di mulutnya. Ondel-ondel juga bisa digunakan untuk menolak bala atau roh jahat. Konon wabah cacar itu habis, setelah orang-orang mengarak Ondel-ondel keliling kampung.


Dengan bahan antara lain kayu dan bambu diperkirakan biayanya perpasang, mencapai Rp.400 ribu-1 juta. Namun kini, dibuat dari fiberglass sehingga harganya jauh lebih mahal. Saat ini orangyang merawat budaya Ondel-ondel, sudah tidak banyak lagi. Kebanyakan hanya karena warisan turun-temurun. Yassin (45 th) misalnya, masih ingat kakeknya hidup dari pertunjukkan Ondel-ondel. Tapi Yassin sendiri, punya pekejaan lain, Ondel-ondel cuma menjadi kerja sampingan. "Karena hasilnya sudah tidak seberapa", katanya, "cuma karena tradisi, perlu dilestarikan".


Begitu juga dengan Asmawi. Pembuat Ondel-0ndel yang sudah memulainya sejak 1942 itu, sedang berpikir untuk mendidik salah seorang anak- cucunya meneruskan merawat budaya Betawi ini. "Tapi belum ada yang kelihatan," katanya.


Menurut Dinas Kebudayan DKI Jakarta, pembikin Ondel-ondel tinggal pak Asmawi itu. Grup memang masih ada, misalnya selain milik Yassin tadi, ada juga grup di Cijantung, Kemayoran, dan Cakung. Dan untuk melestarikan Ondel-ondel sering dilakukan festival, selain itu Puslitbang Dinas Kebudayan DKI Jakarta, memberi bantuan finansial.


Mestinya, penataan pagelarannya perlu diperbaiki, agar bisa dikemas sebagai tontonan menarik
. Tabuhan musiknya dirapihkan. "Bukan cuma gonjrang-gonjrang," katanya. Memang, dalam upacara tradisional, seperti kawinan atau sunatan, Ondel-ondel masih sering tampil di kalangan masyarakat Betawi. Bahkan, pernah masuk Istana, dan dipakai juga untuk menyambut tamu negara. Tapi bisakah kesenian rakyat Betawi ini tetap bertahan ?

0 Response to "Ondel-Ondel, Dulunya Buat Menolak Bala"

Posting Komentar

Silahkan beri komentar