Pekerjaan membatik, khususnya batik tulis adalah pekerjaan yang membutuhkan ketelitian, kesabaran dan jiwa seni, karena mengerjakan batik tulis memiliki tingkat kerumitan dan keindahan seni yang tinggi. “Bayangkan hanya untuk melukis kain batik dengan ukuran panjang 2 meter dan lebar 1,5 meter dibutuhkan waktu selama 3 bulan, itu disebabkan karena kerumitan motif yang dimilikinya dan hasilnyapun harus benar-benar mengandung nilai seni yang tinggi.” demikian yang disampaikan Mbah Triana (65 tahun) disela-sela Pekan Pameran Produk Budaya Indonesia 2008 di Jakarta Convetion Center (JCC), beberapa waktu lalu.
Menurut Mbah Triana, saat ini dirinya sedang menggeluti kerajinan batik tulis
Menurut Mbah Triana, ragam hias batik Jogja sangat variatifi. Paling tidak batik tulis Jogja memiliki lebih dari 400 motif batik, baik motif klasik maupun modern. “ ada beberapa contoh motif Jogja, seperti Parang, Banji, tumbuh-tumbuhan menjalar, tumbuh-tumbuhan air, bunga, satwa, Sido Asih, Keong Renteng, Sido Mukti, Sido Luhur, Semen Mentul, Sapit Urang, Harjuna Manah, Semen Kuncoro, Sekar Asem, Lung Kangkung, Sekar Keben, Sekar Polo, Grageh Waluh, Wahyu Tumurun, Naga Gini, Sekar Manggis, Truntum, Tambal, Grompol, Ratu Ratih, Semen Roma, Mdau Broto, Semen Gedhang, Jalu Mampang dan lain sebagainya,”ungkap Mbah Triana
Lebih lanjut, menurut Mbah Triana, masing-masing motif tersebut memiliki nilai filosofis dan makna sendiri. Adapun makna filosofis dari batik-batik tersebut, seperti Sido Asih mengandung makna si pemakai apabila hidup berumah tangga selalu penuh dengan kasih saying, Sido Mukti mengandung makna apabila dipakai pengantin, hidupnya akan selalu dalam kecukupan dan kebahagiaan, Sido Mulyo mengandung makna si pemakai hidupnya akan selalu mulia, “Sedangkan Sido Luhur mengandung makna si pemakai akan menjadi orang berpangkat yang berbudi pekerti baik dan luhur, “ katanya.
Motif-motif tersebut, kata Mbah Triana, dari dahulu hingga sekarang diwariskan secara turun-temurun, sehingga polanya tidak berubah, karena cara memola motif itu sendiri hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu, dan tidak setiap pembatik dapat membuat motif sendiri. Orang yang membatik tinggal melaksanakan pola yang telah ditentukan. “Jadi, kerajinan batik tulis merupakan suatu pekerjaan yang sifatnya kolektif,” ungkap Mbah Triana.
Membatik Sejak Kecil
Bagi Mbah Triana, pekerjaan membuat batik tulis sudah dilakoninya sejak masih berumur 10 tahun. Diapun mengaku ketrampilannya dalam membuat batik tulis tidak melalui kursus atau pendidikan formal lainnya “Kebetulan kedua orang tua saya adalah pengrajin batik di Pekalongan jadi mungkin kemapuan membatik saya adalah keturunan dari orang tua,” kata Mbah Triana.
“Kalau dihitung-hitung saya sudah membatik hampir 55 tahun dan selama 55 tahun itu sudah banyak batik yang sudah saya buat dan sudah banyak pula suka dan duka yang saya alami dalam melakoni usaha kerajinan batik, trutama batik tulis Jogja,” kata Mbah Triana.
Menurut Mbah Triana, dirinya pernah mengalami masa kejayaan sekitar tahun 60-an hingga 70-an dan lama pula mengalami masa keterpurukan. Masa-masa tersebut silih berganti menerpa para pengrajin batik termasuk dirinya. Namun ditengah ketidakpastian hidup para sebagai pengrajin batik Mbah Triana tetap menekuni usaha batik tulis ini. “Saya bertekad terus untuk tetap menjadi pengrajin batik tulis karena batik tulis adalah warisan leluhur yang harus tetap saya jaga,” kata Mbah Triana.
Kecintaan Mbah Triana pada batik sepertinya tidak akan pernah memudar, buktinya meskipun usianya sudah dibilang senja (65 tahun) Mbah Triana tetap ikut meramaikan Pekan Pameran Produk Budaya
“Tapi saya khawatir terhadap keberlangsungan batik tulis Jogja karena anak-anak muda sekarang jarang yang berminat terhadap kerajinan batik tulis. Anak-anak sekarang lebih suka pada hal-hal yang berbau produk barat daripada produk asli
Saat ini, lanjut Mbah Triana, anak-anak muda enggang untuk menekuni kerajinan batik sebab secara ekonomis kerajinan batik tidak menguntungkan. Ditenggarai, proses pembuatan batik yang cukup lama dan memerlukan modal yang tidak sedikit membuat tidak banyak orang yang sanggup menekuni usaha ini. ”Mereka menganggap batik tulis sudah tidak prospektif lagi.” Kata Mbah Triana.
Untuk itu, Mbah Triana sangat berharap kepada pemerintah agar usaha rakyat dalam hal ini usaha batik tulis benar-benar diperhatikan agar keberlangsungan usaha ini tetap lestari dan warisan leluhur tetap terjaga. “Saya cukup senang dengan diadakannya pemeran ini karena dengan begitu kerajinan batik tulis jadi di kenal luas,” kata Mbah Triana.
Namun, lanjut Mbah Triana, usaha pemerintah untuk melestarikan kerajinan batik tulis bukan hanya sekedar mengadakan event pameran tetapi lebih jauh pemerintah harus bisa menjamin kesejahteraan para pengrajin batik tulis dengan cara menjamin aspek keberlanjuta (regenerasi), pemasaran produk, maupun ketersedian bahan
0 Response to "Mbah Triana, Membatik Demi Menjaga Warisan Leluhur"
Posting Komentar
Silahkan beri komentar